Mengejar impian part 40

Aku menoleh memutar badanku.
"Dari mana kak? Gak jualan ya!"ujar Wilda.
"Punya adek kerjanya ngagetin orang aja, untung gak jantungan"ujarku.
"Kalo jantungan gimana?"
"Udah ah, makin ngaco aja!"
"Ha ha ha"Wilda tertawa lepas.
Aku dan Wilda terus berjalan hingga ke kostanku.
"Eh ada Wilda, masuk yuk!"ajak Kucai.
"Gak ah, aku buru-buru!"
"Ayo lah temenin kita, jangan cuma Aconk aja!"rayu Emon.
"Aku beneran gak bisa!"
"Orang gak mau jangan di paksa"ujarku.
"Ya iya, kami paham kok!"jawab Nilam.
Aku tersenyum puas, karna mereka gak bisa ganggu Wilda.
***
Hari telah berganti, aktivitasku masih sama dengan hari biasanya, jualan sate.
Kali ini orang tuaku mendatangiku lagi.
"Dika, mama minta kepastian, mama gak akan memaksamu. Mungkin ini yang terakhir kalinya mama memintamu"
"E e aku, aku"aku jadi gugup.
"Baik lah, mama gak akan memintamu"ujarnya sendu.
Dia mundur dan makin menjauh dariku. Dia diiringi air matanya tanda kecewa. Aku tak tahan melihatnya.
"Maaf, maafkan aku mama"batinku tulus.
Kepergian mama meninggalkan luka di hatiku. Aku tak bisa berbuat apa-apa lagi.
"Anak durhaka, kapan kau akan berhenti untuk menyakiti perasaan ibumu. Kau terlalu egois, makanya aku selalu menjauhimu"nasehat pengemis tua.
Aku tak sanggup bicara lagi. Aku hanya memikirkan perkataannya.
"Aku harus bagaimana?"tanyaku bimbang.
"Minta maaf kepada ibumu, dan pulang ke rumahmu"
"Tapi Billy gak pernah menyukaiku"protesku.
"Setelah kau pulang dia akan berubah, dan kau yang harus merubahnya"nasehat pengemis tua.
Aku menunduk.
"Aku pergi dulu!"pamit pengemis tua.
Nasehatnya menyentuh hatiku, dan aku memandang kepergiannya.
Setelah mendengar nasehat pengemis tua, keraguan menghinggapi pikiranku.
Aku mencoba memantapkan hatiku, walau aku tak memiliki keyakinan.
Hari berikutnya aku pergi ke rumah mama, dengan langkah berat kupaksakan kakiku melangkah.
"Den Billy, dari mana aja den?"tanya pak satpam.
Aku masuk tanpa menjawab pertanyaan pak satpam. Aku mengetuk pintu dan tak berapa lama pintu terbuka.
"Kak Dika?"ucap Wilda.