Kamis, 13 Juni 2013

Polisi Pertimbangkan Diversi Mucikari SMP

Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya belum memastikan akan menggunakan sistem penyelesaian secara diversi terhadap kasus NA, 15 tahun, siswi sekolah menengah pertama yang menjadi mucikari.
"Kami belum tahu, karena itu pertimbangannya banyak,” kata Kepala Sub Unit Vice Control Unit Kejahatanan Umum Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya Ispektur Polisi Tingkat I Teguh Setiawan pada Tempo, Rabu, 12 Juni 2013. »Apalagi dalam perkara ini, ancaman hukumannya berat 15 tahun."
Undang-undang RI nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyebutkan diversi merupakan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
Teguh menjelaskan, penggunaan diversi harus mempertimbangkan banyak hal. Apalagi diversi lebih banyak dilakukan jika ancaman hukuman di bawah 3 tahun atau tindak pidana ringan. Adapun NA melakukan kejahatan yang terancam hukuman berat, maksimal 15 tahun penjara.
Polisi menggunakan pendekatan keadilan restoratif untuk tidak menahan tersangka karena masih di bawah umur. Caranya dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku atau korban dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula.
"Meski tidak ditahan, kami tetap libatkan orang tua dan keluarga agar mereka tidak mengulangi perbuatan yang sama," kata Teguh.
Meski demikian, polisi tetap memproses NA sesuai dengan pasal 83 atau 88 Undang-undang RI nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak dan atau pasal 2 juncto 17 Undang-undang RI nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Ancaman hukuman pidana penjara 3 hingga 15 tahun dan denda Rp 60 juta sampai Rp 300 juta.

0 komentar:

Posting Komentar

@_LIE_BEE_@

Diberdayakan oleh Blogger.

Followers